HEY
Hey, aku telah melihat jendelamu
Berbingkai jati belantara purba
Berdaun pintu sayap kupu-kupu
Hey, ijinkan aku menjenguknya
Demi seraut wajah kekasihku
Yang saat sepi kudaras namanya
Bogor, 0109
SELAYANG BAYANG
SELAMAT DATANG
adalah ruang di mana ada kehidupan yang saling menghidupi. Mungkin ada puisi, mungkin ada cerita, mungkin ada renungan atau oleh-oleh kecil atas sebuah perjalanan, mungkin ada imaji, bahkan mungkin sekedar omelan belaka. Suka maupun tak, apabila berkenan, tinggalkan jejak kata.
Apapun, selamat menikmati. Semoga menjadi inspirasi.
Terima kasih telah berkunjung.
Jumat, 30 Januari 2009
Kamis, 29 Januari 2009
PUISI
AKU DUDUK DI SINI
Aku duduk di sini
Di sisi taman
Yang sedang gelisah
Akan musim yang
Kian tak tertebak
Aku duduk di sini
Memperhatikanmu bermain
Di taman berlarian
Di antara ribuan
Bunga yang sebagian
Layu sebagian
Berharap matahari
Mendorong mekarnya
Aku duduk di sini
Menikmati semilir angin
Yang telah membuatku
Enggan beranjak
BOGOR 0109
Aku duduk di sini
Di sisi taman
Yang sedang gelisah
Akan musim yang
Kian tak tertebak
Aku duduk di sini
Memperhatikanmu bermain
Di taman berlarian
Di antara ribuan
Bunga yang sebagian
Layu sebagian
Berharap matahari
Mendorong mekarnya
Aku duduk di sini
Menikmati semilir angin
Yang telah membuatku
Enggan beranjak
BOGOR 0109
Kamis, 22 Januari 2009
PUISI
( II ) DAN DAUN......
Padamu yang sedang senang memandangi daun jatuh
Sayang ya, di sini tak ada musim gugur, katamu
Tapi pernahkah kau melihat jati meranggas, tanyaku
Kau menggeleng
Lalu Kita diam
Kita tenggelam
Menyusup dalam serasah
Gelisah yang tak kunjung usai
Bogor 0109
Padamu yang sedang senang memandangi daun jatuh
Sayang ya, di sini tak ada musim gugur, katamu
Tapi pernahkah kau melihat jati meranggas, tanyaku
Kau menggeleng
Lalu Kita diam
Kita tenggelam
Menyusup dalam serasah
Gelisah yang tak kunjung usai
Bogor 0109
Rabu, 21 Januari 2009
PUISI
PETARUNG
: B
Mengenalinya di sebuah lorong remang
Ruang siku bawah tangga dinding gambar komik
Anatomi berotot layaknya petarung
Dirinya petarung
Yang menjilati matahari menelikung malam
Menempelkannya di tembok yang kelak
Dijadikannya sebuah kuda-kuda
Untuk melancarkan sebuah pukulan lurus
Kanvas kehidupan
Dirinya petarung
Yang membaca seribu Al-Fatihah
Seusai sembahyang pengantar senja
Bogor, 0109
: B
Mengenalinya di sebuah lorong remang
Ruang siku bawah tangga dinding gambar komik
Anatomi berotot layaknya petarung
Dirinya petarung
Yang menjilati matahari menelikung malam
Menempelkannya di tembok yang kelak
Dijadikannya sebuah kuda-kuda
Untuk melancarkan sebuah pukulan lurus
Kanvas kehidupan
Dirinya petarung
Yang membaca seribu Al-Fatihah
Seusai sembahyang pengantar senja
Bogor, 0109
Selasa, 20 Januari 2009
PUISI
AIR MATA PADA BATU
Pernah ku bertanya pada batu
Apakah waktu yang digenggamnya
Luluh dengan sendirinya bila
Air mata menetes bermilyar tahun
Di atasnya
Ternyata jawabnya ; tidak
Dia mengembang
Dan terus meregang
Mencapai batas sia-sia
Bogor, 0109
Pernah ku bertanya pada batu
Apakah waktu yang digenggamnya
Luluh dengan sendirinya bila
Air mata menetes bermilyar tahun
Di atasnya
Ternyata jawabnya ; tidak
Dia mengembang
Dan terus meregang
Mencapai batas sia-sia
Bogor, 0109
Jumat, 16 Januari 2009
PUISI
KOTA LELAH
Jangan paksa kota membaca luruh hujan yang merintih di keremangan nyala lampu kuning perempatan jalan. Meski di bawah jalan banyak selokan nganga mulutnya, kau tentu tak tahu kemana larinya air. Begitu pula dia.
Tak ingatkah kau kini musim sedang memilin jemarinya. Gemeretak siap bertarung dengan siapapun yang menghadang. Juga kota. Yang lelah.
Ada baiknya kau memahaminya. Seperti ketika kau membelainya, malam. Menunjukkannya sebuah bintang bila terang. Mengajaknya berkeliling, makan-makan dan bercanda. Tak lebih.
Bogor 0109
Jangan paksa kota membaca luruh hujan yang merintih di keremangan nyala lampu kuning perempatan jalan. Meski di bawah jalan banyak selokan nganga mulutnya, kau tentu tak tahu kemana larinya air. Begitu pula dia.
Tak ingatkah kau kini musim sedang memilin jemarinya. Gemeretak siap bertarung dengan siapapun yang menghadang. Juga kota. Yang lelah.
Ada baiknya kau memahaminya. Seperti ketika kau membelainya, malam. Menunjukkannya sebuah bintang bila terang. Mengajaknya berkeliling, makan-makan dan bercanda. Tak lebih.
Bogor 0109
PUISI
SUATU HARI
Menjadi tua dan lelah
Menunggu apapun
Yang kelak mati
Dan membusuk
Menjadi pupuk
Bagimu bunga
Cinta
Yakinkah kau
Bila kelak kita
Bersatu
Tanpa rasa
Apa apa
Bogor 0109
Menjadi tua dan lelah
Menunggu apapun
Yang kelak mati
Dan membusuk
Menjadi pupuk
Bagimu bunga
Cinta
Yakinkah kau
Bila kelak kita
Bersatu
Tanpa rasa
Apa apa
Bogor 0109
Kamis, 15 Januari 2009
CELOTEH
PINTU
Akhir-akhir ini aku sedang berpikir tentang pintu. Tak satu. Banyak. Aku berpikir ; hidup ini ternyata menghadapi banyak pintu. Begini. Entah kenapa sekarang ini aku merasa menghadapi banyak pintu yang sesungguhnya -setidaknya untuk beberapa langkah setelah memasukinya- satu, dua, sudah tertebak akan menuju kemana. Tinggal apakah aku masuk ke dalamnya satu persatu atau kupilih hanya satu.
Dulu kupikir dunia hanya lempang saja. Perjalanan hidup memang berliku, menurun dan mendaki. Hanya itu. Tapi ternyata perjalanan juga memiliki pintu. Kalau menengok ke belakang ternyata aku telah memilih sebuah pintu ketika aku memutuskan berhenti kuliah. Dan baru ku sadar di sana ada pintu yang kupilih yang akhirnya mengantarku pada pintu-pintu lain. Pintu yang sengaja kupilih dan pintu yang dibukakan. Karena aku selalu berkeyakinan selalu ada hal-hal gaib di luar nalar maka begitu pula pada pintu yang dibukakan.
Seperti di awal ku bilang, kini aku berdiri di depan beberapa pintu. Ku tengokkan kepala di belakang. Beberapa pintu sudah kulalui. Ada yang aku dapat keluar masuk dengan nyaman. Ada yang setelah aku masuk kemudian tertutup tak dapat dibuka kembali. Ada yang tertutup setelah aku masuk dan keluar, tak dapat kumasuki lagi. Dan masih ada lagi pintu-pintu dengan banyak kemungkinan.
Bogor 0109
Akhir-akhir ini aku sedang berpikir tentang pintu. Tak satu. Banyak. Aku berpikir ; hidup ini ternyata menghadapi banyak pintu. Begini. Entah kenapa sekarang ini aku merasa menghadapi banyak pintu yang sesungguhnya -setidaknya untuk beberapa langkah setelah memasukinya- satu, dua, sudah tertebak akan menuju kemana. Tinggal apakah aku masuk ke dalamnya satu persatu atau kupilih hanya satu.
Dulu kupikir dunia hanya lempang saja. Perjalanan hidup memang berliku, menurun dan mendaki. Hanya itu. Tapi ternyata perjalanan juga memiliki pintu. Kalau menengok ke belakang ternyata aku telah memilih sebuah pintu ketika aku memutuskan berhenti kuliah. Dan baru ku sadar di sana ada pintu yang kupilih yang akhirnya mengantarku pada pintu-pintu lain. Pintu yang sengaja kupilih dan pintu yang dibukakan. Karena aku selalu berkeyakinan selalu ada hal-hal gaib di luar nalar maka begitu pula pada pintu yang dibukakan.
Seperti di awal ku bilang, kini aku berdiri di depan beberapa pintu. Ku tengokkan kepala di belakang. Beberapa pintu sudah kulalui. Ada yang aku dapat keluar masuk dengan nyaman. Ada yang setelah aku masuk kemudian tertutup tak dapat dibuka kembali. Ada yang tertutup setelah aku masuk dan keluar, tak dapat kumasuki lagi. Dan masih ada lagi pintu-pintu dengan banyak kemungkinan.
Bogor 0109
Minggu, 11 Januari 2009
PUISI
LUKISAN KECIL
Di ujung bawah tangga ada lukisan kecil
Menempel di dinding
Yang kau tak tahu siapa pelukisnya
Setiap hendak ke atas
Kau memandanginya
Dengan mata tertutup
Karena kau pernah gagal
Bila kelopakmu terbuka
Pemandangan itu begitu dekat
Lebih dekat dari urat nadimu
Pernah suatu kali ibu
Memindahkan lukisan itu ke lorong
Yang berujung ke taman buatanmu
Tapi tetap saja setiap hendak ke atas
Kau berhenti di bawah tangga
Memandang dinding kosong itu
Dengan mata tertutup
Bogor, 0109
Di ujung bawah tangga ada lukisan kecil
Menempel di dinding
Yang kau tak tahu siapa pelukisnya
Setiap hendak ke atas
Kau memandanginya
Dengan mata tertutup
Karena kau pernah gagal
Bila kelopakmu terbuka
Pemandangan itu begitu dekat
Lebih dekat dari urat nadimu
Pernah suatu kali ibu
Memindahkan lukisan itu ke lorong
Yang berujung ke taman buatanmu
Tapi tetap saja setiap hendak ke atas
Kau berhenti di bawah tangga
Memandang dinding kosong itu
Dengan mata tertutup
Bogor, 0109
Rabu, 07 Januari 2009
PUISI
DAN DAUN.....
Menikmati waktu berhenti kala daun jatuh.
Lepas dari rantingnya, melayang
Terombang-ambing oleh angin matahari
Kanan, kiri, depan, belakang
Menukik sebentar, kembali melayang
Sebelum benar-benar jatuh
Pada permukaan air tenang
Membentuk gelombang
Susul menyusul ke tepian
Dan lalu diam
Waktu kembali berjalan
Menghanyutkan daun jatuh ke tempat yang jauh
Bogor, 0109
Menikmati waktu berhenti kala daun jatuh.
Lepas dari rantingnya, melayang
Terombang-ambing oleh angin matahari
Kanan, kiri, depan, belakang
Menukik sebentar, kembali melayang
Sebelum benar-benar jatuh
Pada permukaan air tenang
Membentuk gelombang
Susul menyusul ke tepian
Dan lalu diam
Waktu kembali berjalan
Menghanyutkan daun jatuh ke tempat yang jauh
Bogor, 0109
Minggu, 04 Januari 2009
PUISI
DARI KATA
Kau harap apa dari kata ; membimbingmu ke surgakah tak, nerakapun tak. Berkelindan dia di sini. Relung hati yang dibimbing oleh darahmu dari otak
Bogor, 0109
Kau harap apa dari kata ; membimbingmu ke surgakah tak, nerakapun tak. Berkelindan dia di sini. Relung hati yang dibimbing oleh darahmu dari otak
Bogor, 0109
PUISI
KATAKAN YA
Katakan Ya
Maka setapak demi setapak
Kan kujejakan kaki
Menari
Kitari bumi,
Terbang melesat pesat
Katakan Ya
Maka kan kulemparkan selendang
Tuk mengajakmu
Menari
Menyelam samudra
Hilang ingatan hilang raga
Katakan Ya,
Maka sublim diriku sublim dirimu
Lenyap tanpa bekas.
Tandas
Bogor 1208
Katakan Ya
Maka setapak demi setapak
Kan kujejakan kaki
Menari
Kitari bumi,
Terbang melesat pesat
Katakan Ya
Maka kan kulemparkan selendang
Tuk mengajakmu
Menari
Menyelam samudra
Hilang ingatan hilang raga
Katakan Ya,
Maka sublim diriku sublim dirimu
Lenyap tanpa bekas.
Tandas
Bogor 1208
Kamis, 01 Januari 2009
PUISI
SENJA DI LADANG
Kenapa baru sekarang ku kuyakin. Bahwa kau benar-benar tlah pergi. Padahal masih saja kulihat bayangmu. Berdiri di pematang. Ladang-ladang pertempuran. Pada senja berjelaga. Benar katamu : Bharatayudha telah berlalu. Dan langit masih tergores jejak apinya. Maka kau harus pergi mengikuti anak-anakmu. Menemui bapak-bapaknya. Para Dewa. Harusnya kusadar sejak awal. Dalam epos ini, aku, laki-laki dengan kaki yang pincang, bukanlah apa-apa.
Bogor 0109
Kenapa baru sekarang ku kuyakin. Bahwa kau benar-benar tlah pergi. Padahal masih saja kulihat bayangmu. Berdiri di pematang. Ladang-ladang pertempuran. Pada senja berjelaga. Benar katamu : Bharatayudha telah berlalu. Dan langit masih tergores jejak apinya. Maka kau harus pergi mengikuti anak-anakmu. Menemui bapak-bapaknya. Para Dewa. Harusnya kusadar sejak awal. Dalam epos ini, aku, laki-laki dengan kaki yang pincang, bukanlah apa-apa.
Bogor 0109
Langganan:
Postingan (Atom)