KABAR
Kabar
Telah membentukmu menjadi api
Kabar
Kutelan begitu saja tanpa melihatmu berkobar
Kabar
Berdiriku pada tanah berguncang
Kabar
Dan ku pun menjadi api
Bogor 0608
SELAYANG BAYANG
SELAMAT DATANG
adalah ruang di mana ada kehidupan yang saling menghidupi. Mungkin ada puisi, mungkin ada cerita, mungkin ada renungan atau oleh-oleh kecil atas sebuah perjalanan, mungkin ada imaji, bahkan mungkin sekedar omelan belaka. Suka maupun tak, apabila berkenan, tinggalkan jejak kata.
Apapun, selamat menikmati. Semoga menjadi inspirasi.
Terima kasih telah berkunjung.
Minggu, 21 September 2008
PUISI
SEDANG BERCERMIN
Seberapa dalam tunduk pada simpuh kakimu
Bahkan kau benamkan pula kepalamu
Dalam debu
Dalam debu
Ragamu sia-sia menjangkauNya
Berdiri dan hadapi Dia
Dalam pengabdian
Dalam pengabdian
Ruhmu kan kembali padaNya
Bogor 0308
Seberapa dalam tunduk pada simpuh kakimu
Bahkan kau benamkan pula kepalamu
Dalam debu
Dalam debu
Ragamu sia-sia menjangkauNya
Berdiri dan hadapi Dia
Dalam pengabdian
Dalam pengabdian
Ruhmu kan kembali padaNya
Bogor 0308
PUISI
BATU PIJAK
Telah kuletakkan kedua kaki
Pada batu pijak
Yang selalu goyah
Terombang-ambing angin
Terayun-ayun gelombang
Bogor 0308
Telah kuletakkan kedua kaki
Pada batu pijak
Yang selalu goyah
Terombang-ambing angin
Terayun-ayun gelombang
Bogor 0308
PUISI
PIRUS DEDAUNAN
Laju pagi, waktu memburu entah
Embun terbirit-birit di tepi ranting
Matahari menyepuh pirus dedaunan
Ki Hujan gagah memayung
Bogor 0308
Laju pagi, waktu memburu entah
Embun terbirit-birit di tepi ranting
Matahari menyepuh pirus dedaunan
Ki Hujan gagah memayung
Bogor 0308
Rabu, 10 September 2008
CELOTEH
SANG PEMBAWA PESAN
Kabar tentang tingkah laku manusia Indonesia semakin beragam. Boleh jadi karena media masa kini berkembang pesat. Teknologi komunikasi yang semakin canggih. Dan para pewarta yang semakin tersebar di pelosok-pelosok negeri. Bahkan sekarang, orang bukan wartawan resmipun dapat menyampaikan kabar. Layaknya kita menyampaikan kabar kepada saudara sendiri yang jauh. Bedanya, kabar itu kini dapat dibaca dan diketahui oleh khalayak ramai.
Kabar yang sedang ramai menyangkut tingkah laku manusia Indonesia akhir-akhir ini adalah tentang kasus penyuapan oleh AS dan pembunuhan berantai oleh FIH. Kabar yang mungkin membuat kita bertanya-tanya, masa kini, semakin bobrokkah mentalitas dan kelakuan manusia Indonesia.
Merunut ke berita-berita masa lalu hingga sejarah Indonesia, sesungguhnya kita dapat melacak betapa manusia Indonesia juga sama dengan bangsa-bangsa lain di dunia ini yang dapat berbuat kebajikan dapat pula berbuat kerusakan. Kita mengenal dan mencatat siapa-siapa manusia Indonesia yang berbuat kebaikan dan siapa yang busuk. Namun, pelajaran apakah yang dapat kita ambil dari sana ?
Para pelaku yang telah menorehkan kabar dan cerita itu adalah Sang Pembawa Pesan. Mereka adalah Pembawa Pesan kepada kita, bahwa manusia Indonesia adalah manusia biasa yang setiap saat dapat berbuat apa saja. Sesungguhnya, manusia Indonesia adalah bagian dari manusia dunia. Ketika manusia dunia dapat berbuat apa saja, begitu pula manusia Indonesia.
Jadi, sebagai manusia Indonesia, tak perlu larut dalam kesedihan mendengar kabar bahwa ada manusia Indonesia yang menjadi koruptor, menjadi penjagal manusia, menjadi penipu, menjadi perusak di negara orang. Sebab, manusia dunia ada juga yang menjadi penjagal manusia dengan menyerbu negara lain. Memberondongkan senapan pada anak-anak sekolah. Melakukan bunuh diri masal karena menganggap kiamat sudah dekat. Pembunuhan karakter terhadap lawan politik.
Tak perlu bergembira berlebihan pula bila manusia Indonesia menjadi juara Olimpiade ilmu pengetahuan, negosiator ulung untuk beberapa konflik antar negara, penjaga perdamaian di negara-negara yang sedang berperang. Sebab manusia dunia juga melakukan itu.
Masalahnya sekarang, ketika telah mampu membaca pesan dimana manusia Indonesia sesungguhnya berada dalam posisinya di dunia, apa yang dapat kita lakukan. Bukankah manusia Indonesia, seperti juga manusia dunia, juga dihadapkan hanya pada dua pilihan saja ; Ya atau Tidak, Hitam atau Putih, Pahlawan atau Pecundang, Baik atau Buruk.
Sang Pembawa Pesan telah datang berkali-kali. Ada yang menawarkan dunia yang busuk dan ada yang menjanjikan dunia yang lebih baik. Manusia Indonesia masih diberi kesempatan untuk memilih. Termasuk menjadi maju atau terbelakang.
Bogor, 0808
Kabar tentang tingkah laku manusia Indonesia semakin beragam. Boleh jadi karena media masa kini berkembang pesat. Teknologi komunikasi yang semakin canggih. Dan para pewarta yang semakin tersebar di pelosok-pelosok negeri. Bahkan sekarang, orang bukan wartawan resmipun dapat menyampaikan kabar. Layaknya kita menyampaikan kabar kepada saudara sendiri yang jauh. Bedanya, kabar itu kini dapat dibaca dan diketahui oleh khalayak ramai.
Kabar yang sedang ramai menyangkut tingkah laku manusia Indonesia akhir-akhir ini adalah tentang kasus penyuapan oleh AS dan pembunuhan berantai oleh FIH. Kabar yang mungkin membuat kita bertanya-tanya, masa kini, semakin bobrokkah mentalitas dan kelakuan manusia Indonesia.
Merunut ke berita-berita masa lalu hingga sejarah Indonesia, sesungguhnya kita dapat melacak betapa manusia Indonesia juga sama dengan bangsa-bangsa lain di dunia ini yang dapat berbuat kebajikan dapat pula berbuat kerusakan. Kita mengenal dan mencatat siapa-siapa manusia Indonesia yang berbuat kebaikan dan siapa yang busuk. Namun, pelajaran apakah yang dapat kita ambil dari sana ?
Para pelaku yang telah menorehkan kabar dan cerita itu adalah Sang Pembawa Pesan. Mereka adalah Pembawa Pesan kepada kita, bahwa manusia Indonesia adalah manusia biasa yang setiap saat dapat berbuat apa saja. Sesungguhnya, manusia Indonesia adalah bagian dari manusia dunia. Ketika manusia dunia dapat berbuat apa saja, begitu pula manusia Indonesia.
Jadi, sebagai manusia Indonesia, tak perlu larut dalam kesedihan mendengar kabar bahwa ada manusia Indonesia yang menjadi koruptor, menjadi penjagal manusia, menjadi penipu, menjadi perusak di negara orang. Sebab, manusia dunia ada juga yang menjadi penjagal manusia dengan menyerbu negara lain. Memberondongkan senapan pada anak-anak sekolah. Melakukan bunuh diri masal karena menganggap kiamat sudah dekat. Pembunuhan karakter terhadap lawan politik.
Tak perlu bergembira berlebihan pula bila manusia Indonesia menjadi juara Olimpiade ilmu pengetahuan, negosiator ulung untuk beberapa konflik antar negara, penjaga perdamaian di negara-negara yang sedang berperang. Sebab manusia dunia juga melakukan itu.
Masalahnya sekarang, ketika telah mampu membaca pesan dimana manusia Indonesia sesungguhnya berada dalam posisinya di dunia, apa yang dapat kita lakukan. Bukankah manusia Indonesia, seperti juga manusia dunia, juga dihadapkan hanya pada dua pilihan saja ; Ya atau Tidak, Hitam atau Putih, Pahlawan atau Pecundang, Baik atau Buruk.
Sang Pembawa Pesan telah datang berkali-kali. Ada yang menawarkan dunia yang busuk dan ada yang menjanjikan dunia yang lebih baik. Manusia Indonesia masih diberi kesempatan untuk memilih. Termasuk menjadi maju atau terbelakang.
Bogor, 0808
Selasa, 09 September 2008
GEGURITAN
SEMPAK KELIR KREM
Sempak di dol ning lapak-lapak
Pinggir dalan panggon awu seliweran.
Dipilih, diangkat, dipenteng, diawut-awut
Dibanting
Sing kadung suwek diseleh ngisor
Sing isih apik diseleh nduwur
Nasibe apik sempak krem sing dituku
Diesemi, dikudang, dikreseki
Tapi opo yo pancen apik nasibe
Ning omah tanpa diumbah
Sempak krem langsung dianggo
Ning njero
Ning njero
Ning njero peteng ora ketok opo-opo
Telung dino ora diganti ora ketoro
Hawane sumuk
Sempak protes
Nek duwe kringet yo wis netes
Mbatin karo sempake Superman
Kelir abang dianggo njobo
Nasibe apik tenan
Sempak Superman pancen bejo
Protese sempak krem dirungokne sing duwe
Bengi iki ditukokke celono anyar
Nek dianggo melorot sithik agawe ser
Bejane sempak krem rodok iso ambegan
Dijak mlaku-mlaku karo ndelok pemandangan
Tapi opo yo bejo nasibe
Telung dino ora diganti mesti ketoro
Dlemok-dlemok kuning marahi loro moto
Wis suwek sithik
Langsung dibuwak
Sempak di dol ning lapak-lapak
Pinggir dalan panggon awu seliweran.
Dipilih, diangkat, dipenteng, diawut-awut
Dibanting
Sing kadung suwek diseleh ngisor
Sing isih apik diseleh nduwur
Nasibe apik sempak krem sing dituku
Diesemi, dikudang, dikreseki
Tapi opo yo pancen apik nasibe
Ning omah tanpa diumbah
Sempak krem langsung dianggo
Ning njero
Ning njero
Ning njero peteng ora ketok opo-opo
Telung dino ora diganti ora ketoro
Hawane sumuk
Sempak protes
Nek duwe kringet yo wis netes
Mbatin karo sempake Superman
Kelir abang dianggo njobo
Nasibe apik tenan
Sempak Superman pancen bejo
Protese sempak krem dirungokne sing duwe
Bengi iki ditukokke celono anyar
Nek dianggo melorot sithik agawe ser
Bejane sempak krem rodok iso ambegan
Dijak mlaku-mlaku karo ndelok pemandangan
Tapi opo yo bejo nasibe
Telung dino ora diganti mesti ketoro
Dlemok-dlemok kuning marahi loro moto
Wis suwek sithik
Langsung dibuwak
CERPEN
SAKIT GIGI
Mungkin karena ambang rasa sakit yang menurun atau karena ini memang serangan terhebat dalam sejarah sakit gigiku, dua malam berturut-turut kantukku tak lagi dapat membujuk mata untuk segera larut di alam mimpi karena terganjal gigi yang senut-senut. Setiap butir Ponstan 500 miligram yang kuminumpun tak juga mampu menghilangkannya. Hanya reda sebentar lalu perlahan muncul kembali. Dan setiap kemunculannya kembali, seolah selalu membawa dendam yang tertunda hingga terasa lebih sakit dari sebelumnya.
Karena semakin tak tahan rasa sakitnya maka kuputuskan pergi ke dokter gigi. Terbayang sudah satu gigiku akan tanggal dan tak lagi mendapat ganti dari alam karena jatah telah habis. Atau entahlah, mungkin ada kebijaksanaan lain dari sang dokter agar tak mencabut gigi gerahamku, aku pasrah saja. Lalu kujatuhkan pilihanku pada dokter gigi di sebuah poliklinik RS kelas menengah. Berharap mendapatkan harga yang lebih murah bila aku nanti harus bolak-balik mengunjunginnya.
Pada kunjungan pertama, ternyata sang dokter berkeputusan untuk tak mencabut gigi depanku. Alhamdulillah, aku tak jadi bogang. Dokter memutuskan untuk mengebor, membersihkan karang gigi, mengobati infeksi dan mematikan syaraf yang sakit.
Kunjungan kedua, sakitpun berkurang dan dokter memutuskan untuk menambal lubangnya. Tapi tidak untuk kali ini. Kunjungan kedua ini adalah mempersiapkan lubang untuk ditambal tetap di kunjungan ketiga nantinya.
Kunjungan ketigapun kujalani.Sebuah sore yang basah aku menunggu giliran di ruang tunggu poli gigi yang menyatu dengan ruang tunggu apotik. Akupun tak segelisah pada kunjungan pertama dan kedua karena sakit gigi tak lagi terasa. Di tengah ketenangan ruang tunggu yang hanya didominasi oleh suara pelan dari pesawat televisi di seberangku, tiba-tiba pecah oleh canda tawa sebuah keluarga yang datang ke ruang tunggu. Sebuah keluarga yang tampak sederhana, terdiri dari seorang bapak, ibu, nenek dan cucu perempuan usia sekitar 3 tahun. Merekapun berbaur. Sang nenek duduk di sebelahku sementara sang bapak dan cucu duduk di depanku. Sang ibu langsung menuju apotik. Rupanya mereka selesai dari ruang dokter lain dan siap menebus obat. Seperti aku, merekapun menunggu. Dan ruang tunggupun jadi lebih ramai karena sang cucu perempuan yang lucu mondar-mandir antara ibunya dan neneknya.
Tak lama sang ibupun dipanggil oleh petugas apotik. Kemudian terjadi perbincangan di antara mereka. Tampak ada yang lucu dari perbincangan mereka karena kulihat sang ibu tertawa-tawa. Lalu sang ibu beranjak dari depan apotik dan berjalan ke nenek yang ada di sebelahku sambil membawa selembar kertas resep. Wajahnya tampak sumringah. Sesampai di depan sang nenek sang ibu berkata, “Mak ! Kite pulang aje ye. Obatnya kagak bisa ditebus.....”
“Emang ngapah ?” Tanya sang nenek.
“Tau nggak.....berape harge obat emak ?”
“Berape ?”
“Satu jute tujuh ratus lima puluh ribu rupiah !” kata sang ibu sambil tertawa. Dan kemudian memandangku. Akupun tersenyum bingung. Tiba-tiba aku merasa sakit gigiku hendak kambuh lagi.
Depok 0406
Mungkin karena ambang rasa sakit yang menurun atau karena ini memang serangan terhebat dalam sejarah sakit gigiku, dua malam berturut-turut kantukku tak lagi dapat membujuk mata untuk segera larut di alam mimpi karena terganjal gigi yang senut-senut. Setiap butir Ponstan 500 miligram yang kuminumpun tak juga mampu menghilangkannya. Hanya reda sebentar lalu perlahan muncul kembali. Dan setiap kemunculannya kembali, seolah selalu membawa dendam yang tertunda hingga terasa lebih sakit dari sebelumnya.
Karena semakin tak tahan rasa sakitnya maka kuputuskan pergi ke dokter gigi. Terbayang sudah satu gigiku akan tanggal dan tak lagi mendapat ganti dari alam karena jatah telah habis. Atau entahlah, mungkin ada kebijaksanaan lain dari sang dokter agar tak mencabut gigi gerahamku, aku pasrah saja. Lalu kujatuhkan pilihanku pada dokter gigi di sebuah poliklinik RS kelas menengah. Berharap mendapatkan harga yang lebih murah bila aku nanti harus bolak-balik mengunjunginnya.
Pada kunjungan pertama, ternyata sang dokter berkeputusan untuk tak mencabut gigi depanku. Alhamdulillah, aku tak jadi bogang. Dokter memutuskan untuk mengebor, membersihkan karang gigi, mengobati infeksi dan mematikan syaraf yang sakit.
Kunjungan kedua, sakitpun berkurang dan dokter memutuskan untuk menambal lubangnya. Tapi tidak untuk kali ini. Kunjungan kedua ini adalah mempersiapkan lubang untuk ditambal tetap di kunjungan ketiga nantinya.
Kunjungan ketigapun kujalani.Sebuah sore yang basah aku menunggu giliran di ruang tunggu poli gigi yang menyatu dengan ruang tunggu apotik. Akupun tak segelisah pada kunjungan pertama dan kedua karena sakit gigi tak lagi terasa. Di tengah ketenangan ruang tunggu yang hanya didominasi oleh suara pelan dari pesawat televisi di seberangku, tiba-tiba pecah oleh canda tawa sebuah keluarga yang datang ke ruang tunggu. Sebuah keluarga yang tampak sederhana, terdiri dari seorang bapak, ibu, nenek dan cucu perempuan usia sekitar 3 tahun. Merekapun berbaur. Sang nenek duduk di sebelahku sementara sang bapak dan cucu duduk di depanku. Sang ibu langsung menuju apotik. Rupanya mereka selesai dari ruang dokter lain dan siap menebus obat. Seperti aku, merekapun menunggu. Dan ruang tunggupun jadi lebih ramai karena sang cucu perempuan yang lucu mondar-mandir antara ibunya dan neneknya.
Tak lama sang ibupun dipanggil oleh petugas apotik. Kemudian terjadi perbincangan di antara mereka. Tampak ada yang lucu dari perbincangan mereka karena kulihat sang ibu tertawa-tawa. Lalu sang ibu beranjak dari depan apotik dan berjalan ke nenek yang ada di sebelahku sambil membawa selembar kertas resep. Wajahnya tampak sumringah. Sesampai di depan sang nenek sang ibu berkata, “Mak ! Kite pulang aje ye. Obatnya kagak bisa ditebus.....”
“Emang ngapah ?” Tanya sang nenek.
“Tau nggak.....berape harge obat emak ?”
“Berape ?”
“Satu jute tujuh ratus lima puluh ribu rupiah !” kata sang ibu sambil tertawa. Dan kemudian memandangku. Akupun tersenyum bingung. Tiba-tiba aku merasa sakit gigiku hendak kambuh lagi.
Depok 0406
Langganan:
Postingan (Atom)