SELAYANG BAYANG

SELAMAT DATANG

adalah ruang di mana ada kehidupan yang saling menghidupi. Mungkin ada puisi, mungkin ada cerita, mungkin ada renungan atau oleh-oleh kecil atas sebuah perjalanan, mungkin ada imaji, bahkan mungkin sekedar omelan belaka. Suka maupun tak, apabila berkenan, tinggalkan jejak kata.
Apapun, selamat menikmati. Semoga menjadi inspirasi.
Terima kasih telah berkunjung.

Jumat, 04 September 2009

CELOTEH

TETANGGA OH TETANGGA

Hidup bertetangga itu susah susah mudah. Pengalaman saya hidup bertetangga selama ini membuktikannya. Pernah tinggal di sebuah pemukiman yang padat di kota besar. Di mana setiap pintu rumah berjarak sepelangkahan kaki membuat apapun yang dibicarakan bahkan dibisikan terdengar pula oleh tetangga sebelah. Sesuatu hal negatif yang sesungguhnya bukan kita sasarannya, telinga ikut panas dibuatnya. Jangan tanya kalau tetangga atau kita sendiri sedang memasak makanan. Seluruh kampung bisa kenyang atau lapar bersama dibuatnya. Namun hal positif yang didapat dari lingkungan seperti itu adalah kebersamaan yang dalam. Setiap warga dituntut untuk membuka hati lebar-lebar agar dapat menerima apapun dari tetangga. Saling menegur dan mengingatkan satu sama lain menjadi hal yang lumrah karena setiap kali dapat bertatap muka dan saling sapa.

Pernah pula tinggal di pemukiman teratur rapi, tepi jalan umum, di pinggiran kota. Di mana terdapat pagar-pagar tinggi membatasi satu sama lain. Hanya mengenal tetangga kiri kanan dan depan ( seberang jalan ) saja. Itupun karena keperluan yang sangat mendesak, yakni meminta ijin memasang sesuatu di rumah kita sehingga mengganggu atau menggunakan properti rumah depan atau sebelah. Selebihnya, mungkin hanya saling melempar senyum ketika membuka pintu pagar hendak mengeluarkan mobil. Enaknya dalam lingkungan seperti ini, kita mendapatkan privasi yang lebih besar daripada di pemukiman padat. Tak perlu panas kuping mendengar omongan tetangga karena memang sangat jarang yang didengar. Karena terhalang pandang, tak perlu panas hati bila tetangga membeli alat elektonik atau mebel baru. Namun rasa kebersamaan di pemukiman ini sangatlah kurang. Di sini berlaku prinsip, asal bayar iuran ( yang boleh jadi bernilai besar ), selesai semua urusan. Terima jadi aja deh.

Dinamika bertetangga juga unik. Cerita anak tetangga yang mencuri jambu atau mangga di halaman kita. Cerita parkir mobil yang menghalangi pintu. Hingga ke urusan-urusan yang lebih domestik ( rumah tangga ) dan sensitif. Hutang piutang, misalnya. Tak urung terjadi pergesekan antar tetangga. Juga cerita-cerita baik tentang kerjasama demi keamanan bersama. Saling membantu bila sedang tertimpa kesusahan. Bahkan saling menjaga – meski cuma melihat-lihat sepintas saja – rumah yang ditinggal penghuninya untuk waktu yang agak lama.

Dalam bertetangga memang sangat dibutuhkan sebuah kedewasaan berpikir. Bahwa bertetangga –terutama yang bakal menetap selamanya – akan terus menerus saling bersinggungan satu sama lain. Bahwa bertetangga akan selalu tampak muka dan tampak punggung. Betapa konyolnya apabila bahwa tetangga yang saling berhimpitan dinding selalu terdapat perasaan saling curiga satu sama lain. Hidup menjadi sangat tak nyaman, bukan.

Juga dalam bertetangga negara. Sangat tak nyaman bila keduanya saling mengganggu. Sangat tak nyaman memang bila anak-anak ( bangsanya ) nya berbuat kriminal di rumah orang lain. Mencuri dan mendaku properti tetangganya. Entah disengaja atau tidak. Bukankah setiap anak-anak bangsa juga mempunyai kecerdasan berpikir dan ketinggian budaya ? Lain soal lagi bila memang berniat menduduki rumah ( negara ) tetangganya. Ah, norak, kampungan dan mempermalukan diri sendiri, bukan ?

Dalam tabiat bertetangga, tak dapat dimungkiri, ada sedikit iri hati bila melihat tetangga membeli kulkas baru, meubel baru atau memperbesar rumahnya. Tetapi sekali lagi, mengganggu tetangga adalah sebuah perbuatan yang tercela. Apalagi sebagai tetangga sesama negara yang mayoritas muslim. Nabi Muhammad SAW telah memberikan contoh bagaimana memuliakan tetangga, bukan.


Bogor 0909

Tidak ada komentar:

Posting Komentar