SELAYANG BAYANG

SELAMAT DATANG

adalah ruang di mana ada kehidupan yang saling menghidupi. Mungkin ada puisi, mungkin ada cerita, mungkin ada renungan atau oleh-oleh kecil atas sebuah perjalanan, mungkin ada imaji, bahkan mungkin sekedar omelan belaka. Suka maupun tak, apabila berkenan, tinggalkan jejak kata.
Apapun, selamat menikmati. Semoga menjadi inspirasi.
Terima kasih telah berkunjung.

Selasa, 22 Februari 2011

PUISI

PETA

Sebuah peta
berisi banyak penanda
yang kau sodorkan padaku
sementara kau sendiri
bersembunyi di balik lipatannya
dalam bisu


Bogor 0211

Senin, 21 Februari 2011

CERPEN ; Fabel

PETUALANGAN ABU DAN HITAM


Abu dan Hitam adalah nama dua ekor ikan mujair muda. Yang menghuni sebuah sungai di tepi sebuah desa. Dua ekor ikan ini sangat gemar bertualang. Mereka sangat sering berenang-renang jauh dari lingkungannya sendiri. Ketika pulang, dua sahabat ini menceritakan pengalamannya dengan seru pada teman-temannya.

Di antara mereka berdua yang paling berani adalah Abu. Bahkan kadang cenderung nekat tanpa perhitungan. Sedang Hitam adalah ikan yang mempunyai sifat hati-hati. Namun mereka mempunyai sifat yang sama, yakni rasa penasaran dan ingin tahu yang sangat besar.

Sejauh ini mereka sering berenang ke arah hulu sungai hingga jauh ke dalam hutan yang lebat. Seorang teman menyarankan pada keduanya agar bertualang ke arah hilir. Yang selama ini belum pernah mereka lakukan. Ya. Mereka memang belum pernah berenang ke hilir sungai karena bagi mereka berenang ke arah sana kurang menantang. Berenang ke hilir akan sangat mudah karena hanya mengikuti arus saja. Ternyata usul itu mendapat dukungan yang cukup banyak dari teman-teman yang lain. Mereka juga ingin mendapatkan cerita dari arah sungai yang lain.

Akhirnya Abu dan Hitam setuju dengan usul itu. Esok hari mereka akan berenang ke hilir sungai.

Di sebuah pagi yang cerah, Abu dan Hitam mulai berenang ke arah hilir. Abu dan Hitam berenang dengan santai. Mereka tak mengeluarkan terlalu banyak tenaga dibanding bila berenang ke arah hulu. Seperti biasa mereka bertemu dengan ikan-ikan lain seperti Gabus, Sepat dan penghuni sungai lainnya. Tantangan-tantangan biasa juga telah mereka lalui. Seperti kail dan jala para pemancing, kejaran Bulus - Kura-kura Air Tawar - dan sergapan Ular Air Belang. Abu dan Hitam mampu lolos dari ancaman-ancaman itu karena memang telah terbiasa dan terampil menghindarinya. Ini membuat mereka hampir bosan dan terlintas pikiran untuk kembali saja karena sejauh ini belum mendapatkan tantangan yang dapat mereka ceritakan pada teman-temannya nantinya.

Ketika sampai di suatu tempat, mereka mendapati warna air menjadi semakin keruh. Sekeruh air sungai bila hujan turun. Tapi mereka tak merasa hujan turun. Semakin jauh berenang, air bukan saja keruh, tapi semakin hitam dan berbau aneh.
“Hitam, kita sebaiknya ke permukaan. Mencari tahu, kita sampai di mana,” usul Abu pada Hitam yang tubuhnya semakin tersamar dengan keruhnya warna air sungai. Hitampun mengangguk setuju.

Di permukaan mereka terkejut melihat pemandangan banyaknya rumah-rumah manusia di pinggir sungai. Ada juga bangunan yang tinggi dan besar. Banyak benda berbunyi berisik yang berlalu lalang melintas di atas sungai. Mereka juga terkejut ketika melalui sebuah pancuran besar dengan air yang melimpah. Mereka pikir, di tempat ini juga terdapat sumber air. Tapi kenapa airnya tak jernih, kotor dan berbau aneh ?

“Jangan jauh-jauh dari aku, Hitam. Tubuhmu hampir tak kelihatan di air keruh ini,” kata Abu pada sahabatnya.

“Sebaiknya kita kembali saja, Abu. Nafasku semakin terasa sesak,” kata Hitam yang mulai tampak sempoyongan. Tapi hal ini tak dilihat oleh Abu. Abu sibuk memandangi tepian sungai. Inilah cerita yang akan dia bawa kepada teman-temannya. Abu menemukan kembali semangat petualangannya.

Abu asyik sekali melihat pemandangan yang sama sekali belum pernah dia lihat. Dia tak tahu kalau sahabatnya, berenang semakin menjauh darinya. Hitam merasa kepalanya berdenyut-denyut. Dia tak lagi bisa mengontrol tubuhnya hingga hanyut menjauhi Abu.

“Hitam....Hitam...kamu dimana ?” Teriak Abu ketika sadar sahabatnya tak lagi di sisinya. Sementara warna air semakin hitam pekat. Abu kehilangan Hitam. Ketika dia mencoba menyelam, dia tak dapat melihat apa-apa selain air sungai yang gelap.

Tiba-tiba dia dikejutkan oleh seekor ikan yang menyenggol tubuhnya. “Hitam ? Kaukah itu ?” Tanya Abu.

“Kamu mencari siapa kawan ?” Tanya ikan asing itu.

“Aku mencari temanku, Hitam. Kamu siapa ?”

“Aku Sapu-sapu. O, ternyata kamu bukan warga sini ya ? Kamu dari mana ? Sebaiknya kamu kembali saja ke asalmu. Di sini tak ada ikan lain yang dapat hidup selain jenisku. Manusia sudah merusak air sungai ini. Hanya jenisku yang masih mampu bertahan. Inipun mungkin takkan lama,” saran Ikan Sapu-sapu.

“Lalu bagaimana dengan temanku ?”

“Lupakan saja temanmu itu sebelum kamu sendiri akan mati di sini. Mungkin juga dia telah mati, hanyut jauh atau tertimbun sampah.”

“Tidak. Aku akan mencari sahabatku itu.”

“Baiklah, aku akan membantu mencari sahabatmu. Tunggu di sini dan jangan kemana-mana.”

Ikan Sapu-sapupun pergi. Abu menunggu dengan perasaan cemas. Entah dari mana datangnya, tiba-tiba ada sebuah arus yang menerpanya. Arus itu berbau menyengat dan langsung membuat kepalanya pusing. Abu tak kuat menahan bau itu dan diapun pingsan.

*****

Menjelang sore, warga sungai tepi desa dikejutkan oleh kedatangan seekor mahluk yang menyeramkan. Mahluk besar berekor dan berkaki empat itu mempunyai gigi geligi yang besar-besar dan tajam. Warga sungai tepi desa berenang pontang-panting tak menentu arah karena ketakutan.

“Ooii, jangan takut. Aku tak akan memangsamu. Aku justru ingin bertanya, apakah ini kawan kalian ?” Tanya mahluk itu dengan suara menggelegar. Lalu mahluk itu mengeluarkan dua ekor ikan yang sedang pingsan dari dalam mulutnya.

Warga sungai terperangah ketika melihat yang dikeluarkan dari mulut sang mahluk adalah kawan mereka, Abu dan Hitam. Seekor ikan mujair memberanikan diri untuk bertanya, “Kkk...kamu siapa ? Kenapa kawan kami ada di mulutmu ?”

“Aku Buaya Muara. Aku menemukan kedua temanmu ini pingsan di sekitar rumahku di dekat laut. Sesungguhnya, kalian adalah salah satu jenis mangsaku. Tapi karena aku sudah tua dan sebentar lagi akan mati, aku ingin berbuat kebaikan untuk menebus dosa-dosaku. Karena aku tahu kawan-kawanmu ini adalah dari tempat yang jauh, maka aku ingin mengantarkannya pulang.”

“Terima kasih. Mereka berdua memang kawan-kawan kami dan keduanya memang sedang pergi bertualang.”

“Ya. Sekalian aku peringatkan, jangan pergi hingga ke hilir sungai. Di sana kalian akan mendapatkan banyak kesulitan.”

“Terima kasih Pak Buaya. Semoga perbuatan baik Bapak mendapat ganjaran dari Tuhan sehingga dosa-dosa Bapak dapat dihapuskan”

Setelah itu, Buaya Muara berpamitan pulang.

Sadar dari pingsannya, Abu dan Hitam bercerita tentang pengalamannya bertualang ke hilir sungai. Tapi tentu saja teman-temannya juga tak mau kalah. Mereka juga dapat bercerita tentang pengalaman bertemu mahluk menyeramkan, seekor Buaya Muara. *****

Jumat, 18 Februari 2011

PUISI

MEMBINGKAI HIDUP
: r m

Setiap kali membuka penutup lensa
maka kau akan menata
seberapa besar diagfragma
seberapa cepat berkedip
untuk menangkap
cahaya Sang Pencipta
yang segera kau bingkai
dalam keindahan hidup
penuh tanda tanya

Di tanganmu
warna, ketajaman, ruang,
dialog, karakter,
menjelma hidup dalam
gambar membeku

Teruslah mengabarkan
pada dunia bahwa
hidup tidaklah pahit
Meski ragu bahkan
terasa kaku
tetaplah indah
di sebuah tempat
yang pernah kau lihat
dan abadikan


Bogor 0211


Senin, 14 Februari 2011

PUISI

GELISAH HUJAN

Hujankah kegelisahanmu
Mendung hitam di langit kelabu
Berderai derai
rinai yang tak putus

Bukankah dia turun
tuk menyatu
pada alir darahmu
menderu menghidupi

Kelak kelam tersibak
Dan matahari menyalak
Bangun seperti benih
pokok-pokok kekar
menghunjam akar


Bogor 0111

Selasa, 08 Februari 2011

PUISI

DI LUAR KAFE


Ijinkanku menangkap selembar asap mengepul
dari bibir indahmu tuk mengusap
malam yang jatuh berdebu.

Sebelum dirimu berlalu.



Bogor 0211

Minggu, 06 Februari 2011

PUISI

DI PANTAI

Berdiri ku di pantai
Menantang ombak membelai kaki
Mencium bibir, merambah tubuh
Geletar asin badai
Kabar manis terbawa angin
Cakrawala harapan

Terbenamku di pasir
Mengapung langit, menggantung awan
Dari perjalanan kian menuju
Ke laut, ke ranah-ranah tak terduga

Maka berlayarku
Dengan perahu
Rakit atau bahkan hanya
Sebatang kayu


Bogor 0211