SELAYANG BAYANG

SELAMAT DATANG

adalah ruang di mana ada kehidupan yang saling menghidupi. Mungkin ada puisi, mungkin ada cerita, mungkin ada renungan atau oleh-oleh kecil atas sebuah perjalanan, mungkin ada imaji, bahkan mungkin sekedar omelan belaka. Suka maupun tak, apabila berkenan, tinggalkan jejak kata.
Apapun, selamat menikmati. Semoga menjadi inspirasi.
Terima kasih telah berkunjung.

Jumat, 30 Desember 2011

CELOTEH


SAYA DAN PERGANTIAN TAHUN


Sesaat menjelang pergantian tahun seperti ini, pertanyaan yang datang pada saya, dari teman, saudara, biasanya adalah : Tahun Baruan ke mana ? Saya yakin ini adalah sebuah pertanyaan yang umum ketika pergantian tahun Masehi ini telah menjadi momentum perayaan selain pergantian angka, juga diharapkan sebagai pergantian keberuntungan, menutup “buku lama” dan mengganti dengan “buku baru”, juga harapan-harapan baru ke depannya. Tahun ini ketika muncul pertanyaan itu, membuat saya bertanya pada diri sendiri : Iya ya, Tahun Baruan ini saya ke mana ya ?

Saya mungkin adalah salah satu orang yang ( mungkin juga minoritas ) jarang mengadakan atau ikut perayaan Tahun Baru. Tapi memang pada dasarnya saya adalah orang yang tak menyukai acara pesta. Sementara pergantian Tahun baru itu selalu identik dengan pesta pora.

Seingat saya ada dua kali saya dengan sengaja memperingati pergantian Tahun Baru dengan sebuah acara yang istimewa. Satu kali sebuah kegiatan perenungan yang istimewa. Satu lagi adalah kegiatan hura-hura.

Satu kegiatan perenungan itu adalah saya dengan sengaja bertahun baru ( lupa tahun berapa ) di Gunung Welirang, JawaTimur. Saat itu saya berangkat dengan dua kawan, Budi dan Tanto. Meski tak sampai puncak ( kami hanya sampai gubuk para pencari belerang ) saya merasa puas. Bukan karena penaklukan alam tapi penaklukan diri sendiri. Saya merasa puas bahwa pergantian tahun baru saya rayakan dengan “bersembunyi” dari keramaian. Hanya diri saya, teman perjalanan dan teman yang bertemu di jalur pendakian saja yang merasa ada sebuah momentum pergantian antar waktu. Tapi apakah alam yang saja pijak, yang saya telusuri, yang saya sedang terlibat di dalamnya juga turut merayakan pergantian itu ? Saya pikir tidak.

Saya saat itu merasa sebagai individu yang naïf dan kecil dibanding dengan gunung, hutan belantara dan alam semesta yang besar. Yang selalu berevolusi dengan diam-diam tanpa perayaan. Saya merasa terlalu “kegeden rumangsan” apabila saya berpesta pora merayakannya. Ada satu peristiwa kecil di gubuk penambang belerang yakni tarik ulur antara menyalakan kembang api ( suar ) atau tidak saat detik-detik pergantian tahun itu. Kami, para pendaki berbeda pendapat tentang tindakan itu. Satu sisi ada yang takut menyebabkan kebakaran karena kami ada di sekitar belerang. Satu sisi menyatakan tidak apa-apa. Tapi akhirnya kami memutuskan tidak menyalakannya. Kami hanya duduk-duduk dan ngopi di sekitar api unggun di dalam gubuk dan saling mengucapkan Selamat Tahun Baru

Perayaan Tahun Baru yang kedua adalah ketika saya hendak mendirikan majalah Visit Bogor bersama teman-teman. Saat itu kami hendak menabung tulisan untuk edisi pertama. Kami  menulis tentang perayaan Tahun Baru di Puncak, Bogor, Jawa Barat yang sudah menjadi tradisi dari tahun ke tahun. Saat itu saya pergi bersama Hari, Yudha dan Imam.

Kami sengaja berangkat dari siang tanggal 31 Desember. Kami bermaksud merekam dari detik ke detik perubahan suasana keramaian di Puncak. Ya memang pada akhirnya sampai juga kami ke puncak acaranya yakni pesta kembang api di sekitar Masjid At-Taawun. Dari lokasi ini kami dapat melihat kembang api yang bak jamur bermunculan di seantero kota Bogor. Kami mengamati pemandangan itu dari kebun teh. Sementara di jalanan sendiri, ketika detik-detik tahun berganti dimeriahkan oleh hamburan petasan ke langit malam. Bak perang layaknya. Dalam situasi itu saya hanya mencatat dan memotret yang kelak akan saya tampilkan dalam tulisan.

Setelahnya, sekitar jam 02.00 pagi kami beranjak turun kembali ke Bogor. Namun yang kami dapati adalah kemacetan panjang iring-iringan kendaraan bermotor dan manusia.

Itulah dua peristiwa yang pernah saya alami dalam detik-detik pergantian tahun. Selebihnya saya di rumah saja. Nonton televisi atau lebih sering tidur dan terbangun sebentar ketika suara rinduh rendah petasan mengepung di udara. Mungkin setelah ini saya akan mendapatkan pengalaman yang lain. Entahlah

SELAMAT TAHUN BARU 2012



BOGOR 1112

Rabu, 28 Desember 2011

PUISI


SAJAK PENDAKI


Betapa,
Ragu-ragu adalah manusiawi
Penasaran adalah manusiawi
Menemukan diri adalah Ilahi



Bogor 1112

Rabu, 14 Desember 2011

PUISI



RUANG SUNYI


Ruang sunyi
Ada jendela ada pintu
Keduanya terbuka
Menatap langit biru

Lantai menyerap dingin
Hujan yang ragu-ragu
Dan kabut mengendap
Di dinding abu-abu

Seperti ada
Dirimu di sudut
Meringkuk memeluk
Sepasang lutut

Konon kisah
Tentang ruang sunyi ini
Sudah tercatat di alam mahfudz
Secara rapi dan berurut




BOGOR, 1112

Kamis, 08 Desember 2011

PUISI


APALAH AKU


Terbukti sudah
Apalah aku
Raga hina
Lumpur kotor
Sampah
Dan cuma limbah



Bogor, 1112

PUISI


LABIRIN SUNYI


Meraba dirimu
Yang tak tersebutkan
Dalam ragu
Terbata
Dalam ruang
Remang
Bertanya hati
Adakah hadirmu

Menatap kosong
Tubuh tanpa raga
Dalam diam
Hening
Dalam waktu
Mengembang
Bertanya jiwa
Bilakah menyatu

Jasadku
Lumpur
Rohku
Milikmu


Bogor, 1112