SELAYANG BAYANG

SELAMAT DATANG

adalah ruang di mana ada kehidupan yang saling menghidupi. Mungkin ada puisi, mungkin ada cerita, mungkin ada renungan atau oleh-oleh kecil atas sebuah perjalanan, mungkin ada imaji, bahkan mungkin sekedar omelan belaka. Suka maupun tak, apabila berkenan, tinggalkan jejak kata.
Apapun, selamat menikmati. Semoga menjadi inspirasi.
Terima kasih telah berkunjung.

Rabu, 27 Juli 2011

PUISI


KISAH SEBIJI BENIH


Pada bumi benih terperam
Dalam gulita semesta nir cahya
Bertahan dikurung sunyi
Diam dipendam kelam
Adalah cinta setetes air
Turun dari langit
Nan berlapis-lapis
Bangkitkan ruh
Pecahkan cangkang pikir
Mencari sumber
Sang pemberi hidup
Maka
Tumbuhlah akar
Tumbuhlah daun
Alam menggeliat
Alam memelihara
Benih menjadi pokok
Bercabang, beranting
Merengkuh angin meraih langit
Cinta memayung bumi
Tempat dulu benih terperam


BOGOR 0711

Selasa, 26 Juli 2011

PUISI


PINTU


Katakanlah padaku tentang
pintumu yang berlapis-lapis itu
setiap kali ku membukanya
selalu ada yang baru
berakhir di manakah
berujung di manakah
dan bila lelah ku kan berhenti
itukah maumu
karena dirimu memang
tak pernah terjangkau



Bogor 0711


Rabu, 13 Juli 2011

PUISI


PUISI TAK TERSAMPAIKAN

Sudah adakah dia di tanganmu
sebuah puisi yang tak tersampaikan

entahlah, mungkin
dulu dia sempat
ngeluyur malam-malam
mencarimu di sela hujan
atau dia sempat terbang
mengira kau ada di awan

kini dia benar-benar
telah pergi sendiri
maafkan aku
bila tak berpeta
dan tak bernavigasi
karena dulu kubuat dia
dengan hati ragu

adakah dia kini
sampai padamu



Bogor 0711


Selasa, 12 Juli 2011

PUISI

BERKACA PADA EMBUN

Berkaca pada embun
Menitik di malam sebelum pagi pecah
Tiada mengenal musim
Tiada mengenal cuaca
Rona merona kemilau menggelayut
Mata terpejam dalam bening
Di pusatmu ijinkan aku berdiam
Mendaras lagu-lagu bintang
Yang terpancar dari raut wajahmu


Bogor, 0711



Kamis, 07 Juli 2011

PUISI


YANG PERLAHAN MENGHILANG


Suatu saat jemari tangan kita
tak bertaut dan bibir
tak berpagut, maka
lepaslah lepas
janji sehidup semati
bersama angin gunung
meniup kabut dari
pucuk-pucuk pepohonan, dan
salak mentari menembus
dedaunan pakis merambah
tanah tempat dulu kita
berbaring menatap gemintang, yang
kini tertutup pendar cahaya kota
asap-asap polusi menyesakkan
dada

Aku hanya dapat menatap
dari jauh dan diam-diam
meratapimu


Bogor, 0711