SELAYANG BAYANG

SELAMAT DATANG

adalah ruang di mana ada kehidupan yang saling menghidupi. Mungkin ada puisi, mungkin ada cerita, mungkin ada renungan atau oleh-oleh kecil atas sebuah perjalanan, mungkin ada imaji, bahkan mungkin sekedar omelan belaka. Suka maupun tak, apabila berkenan, tinggalkan jejak kata.
Apapun, selamat menikmati. Semoga menjadi inspirasi.
Terima kasih telah berkunjung.

Rabu, 27 Agustus 2008

PUISI

TENTANG JAM BESAR

Jam besar di sudut ruangan itu mati
Padahal dia suka berbunyi dong, dong, dong
Karena semalam kau lupa menarik tuasnya
Maka dia tak berbunyi dong, dong, dong


Depok, 0705

PUISI

TENTANG TEMBIKAR DAN WAKTU

Kau maklumi sajalah karena dia manusia yang terbuat dari lempung.
Sekeras dan sebagus apapun kau bentuk, ia kan mudah retak hingga pecah berkeping-keping.
Kalau kau masukkan detak jam yang menunjukkan waktu, maka ia kan kekal.
Bukan lagi tembikar, tapi waktu yang kekal.


Depok, 0705

PUISI

TENTANG HUJAN DI MUSIM KEMARAU

Hujan di musim kemarau tak bisa dipercaya
Tapi bukankah dia telah membasuh debu.


Depok, 0705

CERPEN

RUMAH DIJUAL

Banyak hal yang kuingat dari rumah dijual itu. Ada dua buah batu sebesar kepala orang dewasa, duduk di kiri kanan pagar bambu, pagar roro kembang sore. Aku di masa kecil, setiap petang menjelang batu itu kududuki. Melihat-lihat ke jalan, menyapa orang-orang. Mbak, Mas, mau kemana ? Lalu ku ditertawakan.

Banyak hal yang kuingat dari rumah dijual itu. Di samping kirinya ada tanah kebun. Kadang singkong, kadang jagung, kadang kacang.Tempatku mencari jangkrik. Pernah suatu kali ku bermain, tanganku merogoh sebuah lubang, jari tengah kananku tersengat entah apa. Lalu berlariku menerabas batang-batang pohon jagung, menerobos pagar carang. Panik, berteriak, menangis. Beruntung Pak De Sono segera datang dan batu akiknya beraksi. Ditempelkannya pada yang tersengat. Lenyaplah senut-senut di jariku.

Banyak hal yang kuingat dari rumah dijual itu. Ruang tengahnya tempat menggantung daun-daun tembakau. Bila musim panen tiba, tak ada ruang tengah yang tersisa. Ruang depannya tempat memipil jagung. Bila musim panen tiba, tak ada lantai semen yang tersisa..

Banyak hal yang kuingat dari rumah dijual itu. Di sinilah aku pernah menjadi pengantin sehari. Dikhitan dan diselamati.

Banyak hal yang kuingat dari rumah dijual itu. Yang hingga kini tak juga laku. Kata orang, terlalu banyak kenangan ditanam di lantai, tanah, dinding, tiang-tiang dan para-paranya . Calon pembelipun segan menawarnya.



Roro kembang sore = tanaman bunga Mirabilis jalapa
Carang = Ranting-ranting bambu kering


BOGOR 0208

Kamis, 14 Agustus 2008

PUISI

De Ja Vu
; Ley

Masih ingatkah kau kota yang tertindih waktu
Matahari merintih di pucuk-pucuk pohon jaranan
Aku telah meninggalkannya


Bogor, 0808

PUISI

PESTA APEM
; Yonathan

Ibuku memasaknya. Setelah matang dibagikan ke tetangga. Dua, tiga di antaranya dilemparan ke atap genting. Lalu burung-burung berdatangan berebut mematukinya.
Untuk arwah keluarga kita, katanya. Burung-burung akan membawanya ke angkasa. Dipersembahkan bagi penguasa alam agar tak mengirim pagebluk, bencana dan kemelaratan.

Para tetanggapun memasaknya. Setelah matang pun ibu dibaginya. Dua, tiga di antaranya dilemparkan ke atap genting. Dan burung-burung berdatangan pula.
Para tetangga punya harapan yang sama dengan ibu. Agar tak ada pagebluk, bencana dan kemelaratan.

Hari itu kami berpesta apem, karena esok puasa kan tiba. Saatnya tirakatan. Agar tak ada pagebluk, bencana dan kemelaratan.


Depok 0307

PUISI

SEKELUMIT ALIS PADA PERAHU BULAN
; perca

Malam turun pada sabit bulan
Mengendap endap

Lebih mirip perahu tak berlayar, katamu
Tak seperti alis dikira orang
Atau lebih mirip potongan semangka

Lalu kita berenang pada kata-kata
Melupakan malam
Melupakan awan hujan yang mulai mengancam

Kaupun tak peduli lagi
Ketika perahu bulan telah pergi
Meninggalkan gurat alur di langit

Karena itu hidup harus terus diedit
Oleh kata-kata
Begitu sabda penyair kita


Depok 1106

PUISI

PULANG KAMPUNG
; Rohman, Rohim

Berjalan cepat menyusuri kampung
Mencari rumah dengan gambar Syekh Abdul Qadir Jaelani
Menunggui remang ruang tamu
Saat matahari siap berpamitan
Bulan, entah di mana

Sayup di kejauhan
Sapa Rohman dan Rohim di ujung gang
“Selamat datang, “kata mereka
“Sebentar kita bermain bersama”

Rumah berdinding putih setengah bata setengah bambu
Pagar cat hijau memanjang sampai ke langit
Tempat kami sering memanjat, terjatuh dan
Tertawa-tawa

Pohon jambu airpun masih ada
Tapi dia tentu sudah sangatlah tua
“Setua guru ngaji kita,” kata Rochim
Kamipun tertawa-tawa

Langgar kayu saatnya memanggil
“Ssst, masih ingat celana pendekmu yang hilang dari balik pintu ?” Tanya Rohman
“Kulihat Jibril memakainya beberapa tahun yang lalu.” Kata Rohim
Kamipun tertawa-tawa

Malam mengguyur cepat bersama kerlip bintang
Ramai suara orang Tadarus memberondong ke langit
Lalu, sepasang sayap mendekap
“Saatnya untuk kembali,”


2006

PUISI

RUMAH KENANGAN

Bapak berdiri di pintu ketika ku datang
Saat itu musim jati meranggas, ku bergegas
“Cepat pulang,” katanya di telepon,
“Sedikit lagi rumah tinggal kenangan”

Pun ku berjalan tak menengok, ketika
Si Mbah berangkat menuju ladang
Tempat ku menyelinap
Di antara pepohonan jagung
Bayang-bayangnya menghilang

Kini rumah pun segera bergegas
Menyusul Bapak, menyusul ladang, menyusul Si Mbah


2006